WELCOME

DER REGENBOGEN Production
Rainbow through our eyes



WISATA BUDAYA DI KOTA SEMARANG

Selasa, 21 Juni 2011

'MONUMEN TUGU MUDA SEMARANG'




Salah satu tempat bersejarah di Semarang adalah Tugu Muda yang terletak di jantung kota. Tugu ini dibangun untuk mengenang perjuangan pemuda Semarang dalam mempertahankan kemerdekaan melawan Jepang yang terkenal dengan peristiwa Pertempuran 5 Hari di Semarang. Monumen ini mengingatkan pada peristiwa heroik Pertempuran 5 Hari di Semarang melawan tentara Jepang tahun yang silan. Monumen Tugu Muda dibangun untuk memperingati pertempuran yang terjadi di Semarang pada 14 hingga 18 Oktober 1945 selama 5 hari. Sebagai bukti mereka kala itu dengan Semangat Berani Mati mempertahankan kemerdekaan negara yang baru beberapa pekan di Proklamasi di Jakarta.

Saat itu, 8 polisi istimewa yang menjaga tandon air di Wungkau diserang tentara Jepang. Para polisi ini ditangkap dilucuti dan disiksa di Markas Kidobutai, di Jatingaleh. Peristiwa ini memicu keberanian pemuda pemudi Semarang yang bahu membahu bersama Tentara BKR melakukan serangan balasan hingga meletus pertempuran.

Bangunan bersejarah yang unik dan masih kokoh inilah, barangkali merupakan salah satu saksi bisu gugurnya pemuda dan pejuang Semarang putra terbaik bangsa kala itu. Keberanian para pejuang Semarang dan kebengisan tentara Jepang kala itu, sebagian tergambar dalam diorama yang diukir di bagian bawah Tugu Muda. Sebagai sarana pendukung, untuk mengingat terjadinya Pertempuran 5 Hari Semarang, di sebelah Tugu Muda juga berdiri kokoh bangunan museum milik Kodam IV Diponogoro yang mendokumentasikan peristiwa heroik keberanian pemuda Semarang melawan penjajahan Jepang.








'LAWANG SEWU'
GEDUNG KUNO YANG MEGAH DAN KOKOH





Sebagai ibukota propinsi Jawa Tengah, Kota Semarang juga adalah salah satu kota besar di Indonesia dan keberadaan telah ada sejak jaman penjajahan Belanda. Semarang sejak dulu adalah kota pelabuhan yang cukup ramai dan diperhitungkan sebagai salah satu tempat perdagangan antar pulau maupun negeri. Buktinya sampai saat ini masih memiliki banyak bangunan-bangunan bergaya arsitektur masa kolonial Belanda.

Sejak jaman pemerintahan penjajah Belanda, Semarang sebagai kota besar salah satu buktinya sebuah perusahaan kereta api (trem) milik Belanda menempatkan kantor pusatnya. Kantor pusat Nederlandsch Indishe Spoorweg Naatschappij atau dikenal NIS ini menempati sebuah gedung megah bergaya art deco yang bercirikan eklusif dan berkembang pada era 1850-1940 di benua Eropa. Bangunan ini salah satu karya dua arsitek Belanda ternama saat itu, yaitu : Prof. Jacob F. Klinkhamer dan B.J Queendag. Gedung ini bagi warga Semarang lebih dikenal dengan sebutan Gedung Lawang Sewu. Mengapa bangunan tua tersebut oleh masyarakat Semarang dikenal dengan julukan Lawang Sewu? Karena ciri khas bangunan megah yang merupakan sebuah perkantoran ini memiliki pintu atau 'lawang' dalam bahasa Jawa, sedang 'sewu' artinya seribu sebagai arti kiasan dari banyak karena memang jumlah pintunya tidak atau seribu atau lebih. Atau arti dalam bahasa Indonesia adalah si "pintu seribu", kira-kira ingin menunjukan bahwa gedung kantor pusat kereta api Belanda ini punya pintu banyak sekali. Tidaklah sulit untuk mencapai lokasi gedung tua ini karena letaknya berdekatan dengan monumen Tugu Muda dan sebagai salah satu sudut kota Semarang. Bangunan monumental dan indah ini di disain mengikuti kaidah arsitektur mordologi bangunan sudut yaitu dengan menara kembar model ghotic di sisi kanan dan kiri pintu gerbang utama ini dan bangunan gedung memanjang ke belakang yang mengesankan kokoh, besar dan indah. Gedung kuno ini menurut catatan sejarah dibangun pada angka tahun 1903, dan selesai atau diresmikan penggunaannya pada tanggal 1 Juli 1907. Bangunan kuno dan megah berlantai dua ini setelah kemerdekaan dipakai sebagai kantor Jawatan Kereta Api Indonesia (DKARI) atau sekarang PT Kereta Api Indonesia.




'KAWASAN KOTA LAMA'






Berdasarkan sejarahnya, kota Semarang memiliki suatu kawasan yang ada pada sekitar abad 18 menjadi pusat perdagangan. Kawasan tersebut pada masa sekarang disebut Kawasan Kota Lama.

Pada masa itu, untuk mengamankan warga dan wilayahnya, maka kawasan itu dibangun benteng, yang dinamai benteng VIJHOEK. Untuk mempercepat jalur perhubungan antar ketiga pintu gerbang dibenteng itu maka dibuat jalan-jalan perhubungan, dengan jalan utamanya dinamai : HEEREN STRAAT. Saat ini bernama Jl. Let Jen Soeprapto.Salah satu lokasi pintu benteng yang ada sampai saat ini adalah Jembatan Berok, yang disebut DE ZUIDER POR.

Kawasan Kota Lama Semarang disebut juga OUTSTADT. Luas kawasan ini sekitar 31 Hektar. Dilihat dari kondisi geografi, nampak bahwa kawasan ini terpisah dengan daerah sekitarnya, sehingga nampak seperti kota tersendiri, sehingga mendapat julukan "LITTLE NETHERLAND".

Kawasan Kota Lama Semarang ini merupakan saksi bisu sejarah Indonesia masa kolonial Belanda lebih dari 2  abad, dan lokasinya berdampingan dengan kawasan ekonomi. Ditempat ini ada sekitar 50 bangunan kuno yang masih berdiri dengan kokoh dan mempunyai sejarah Kolonialisme di Semarang.

Kota Lama Semarang ini adalah daerah yang bersejarah dengan banyaknya bangunan kuno yang dinilai sangat berpotensi untuk dikembangkan dibidang kebudayaan ekonomi serta wilayah konservasi.



'GEREJA BLENDUG'





Gereja yang dibangun pada 1753 ini merupakan salah satu landmark di Kota Lama Semarang. Berbeda dari bangunan lain di Kota Lama yang pada umumnya memagari jalan dan tidak menonjolkan bentuk, gedung yang bergaya Neo-Klasik ini justru tampil kontras dan mudah dikenali. Bentuknya lebih menonjol . Lokasi bangunan ini frontal terhadap Jl. Suari yang dahulu bernama Kerk straat (Jalan Gereja)Bangunan gereja yang sekarang merupakan bangunan setangkup dengan facade tunggal yang secara vertikal terbagi atas tiga bagian. Bangunan ini menghadap ke Selatan. Lantai bangunan hampir sama tinggi dengan jalan di depannya. Pondasi yang digunakan terbuat dari batu dan sistem strukturnya dari bata. Dinding terbuat dari bata setebal satu batu. Atap bangunan berbentuk kubah dengan penutupnya lapisan logam yang dibentuk oleh usuk kayu jati. Di bawah pengakiran kubah terdapat lubang cahaya yang menyinari ruang dalam yang luas.


Pada sisi bangunan, Timur, Selatan dan Barat terdapat portico bergaya Dorik Romawi yang beratap pelana. Gereja ini memiliki dua buah Menara dikiri kanan Yang denahnya dasar berbentuk bujur sangkat tetapi pada lapisan paling atas berbentuk bundar. Menara ini beratap kubah kecil. Cornice yang ada disekililing bangunan berbentuk garis-garis mendatar.
Pintu masuk merupakan pintu ganda dari panel kayu. Ambang atas pintu berbentuk lengkung. Demikian pula halnya dengan ambang atas jendela, yang berbentuk busur. Tipe jendela ada dua kelompok. Pertama, jendela ganda berdaun krepyak, sedangkan yang kedua merupakan jendela kaca warna-warni berbingkai.
Gereja Blenduk sudah berganti rupa beberapa kali. Mula-mula Gereja di bangun pada tahun 1753, berbentuk rumah panggung Jawa, dengan atap yang sesuai dengan arsitektur Jawa. Hal ini dapat dilihat pada peta kota Semarang tahun 1756 yang menunjukkan konfigurasi massa yang berbeda dari sekarang. Pada tahun 1787 rumah panggung ini dirombak total.
Tujuh tahun berikutnya diadakan kembali perubahan. Pada tahun 1894, gedung ini dibangun kembali oleh H.P.A. de Wilde dan W.Westmas dengan bentuk seperti sekarang ini. Yaitu dengan dua menara dan atap kubah. Keterangan mengenai Wilde dan Wetmas tertulis pada kolom di belakang mimbar.


'KELENTENG SAM POO KONG, GEDUNG BATU'




Kelenteng Sam Po Kong merupakan bekas tempat persinggahan dan pendaratan pertama seorang Laksamana Tiongkok beragama Islam yang bernama Zheng He / Cheng Ho. Tempat ini biasa disebut Gedung Batu, karena bentuknya merupakan sebuah Gua Batu besar yang terletak pada sebuah bukit batu. Terletak di daerah Simongan, sebelah barat daya Kota Semarang.

Hampir di keseluruhan bangunan bernuansa merah khas bangunan China. Karena kaburnya sejarah, orang Indonesia keturunan cina menganggap bangunan itu adalah sebuah kelenteng – mengingat bentuknya berarsitektur cina sehingga mirip sebuah kelenteng. Sekarang tempat tersebut dijadikan tempat peringatan dan tempat pemujaan atau bersembahyang serta tempat untuk berziarah. Untuk keperluan tersebut, di dalam gua batu itu diletakan sebuah altar, serta patung-patung Sam Po Tay Djien. Padahal laksamana Cheng Ho adalah seorang muslim, tetapi oleh mereka di anggap dewa. Hal ini dapat dimaklumi mengingat agama Kong Hu Cu atau Tau menganggap orang yang sudah meninggal dapat memberikan pertolongan kepada mereka.



Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer

0 komentar:

Posting Komentar